RSS

Rizki Perdana Putra geokimia minyak bumi tipe kerogen & rock evall pyrolisis

Tipe Kerogen

Berdasarkan komposisi unsur-unsur kimia yaitu  karbon (C), hidrogen (H) dan oksigen (O), pada awalnya kerogen dibedakan menjadi 3 tipe utama yaitu kerogen tipe I, tipe II, dan tipe III (Tissot dan Welte, 1984 dalam Killops dan Killops, 2005), yang kemudian dalam penyelidikan selanjutnya ditemukan kerogen tipe IV (Waples, 1985). Masing-masing tipe dicirikan oleh jalur evolusinya dalam diagram van Krevelen

Kerogen Tipe I (highly oil prone - oil prone)
Kerogen Tipe I memiliki perbandingan atom H/C tinggi(≥ l,5), dan O/C rendah (< 0,1). Tipe kerogen ini sebagian berasal dari bahan organik yang kaya akan lipid (misal akumulasi material alga) khususnya senyawa alifatik rantai panjang. Kandungan hidrogen yang dimiliki oleh tipe kerogen I sangat tinggi, karena memiliki sedikit gugus lingkar atau struktur aromatik. Kandungan oksigennya jauh lebih rendah karena terbentuk dari material lemak yang miskin oksigen. Kerogen tipe ini menunjukkan kecenderungan besar untuk menghasilkan hidrokarbon cair atau minyak.
Kerogen tipe I berwarna gelap, suram dan baik berstruktur laminasi maupun tidak berstruktur. Kerogen ini biasanya terbentuk oleh butiran yang relatif halus, kaya material organik, lumpur anoksik yang terendapkan dengan perlahan-lahan (tenang), sedikit oksigen, dan terbentuk pada lingkungan air yang dangkal seperti lagoondan danau.

Kerogen Tipe II (oil and gas prone)
Kerogen Tipe II memiliki perbandingan atom H/C relatif tinggi (1,2 – 1,5), sedangkan perbandingan atom O/C relatif rendah (0,1 – 0,2). kerogen tipe ini dapat menghasilkan minyak dan gas, tergantung pada tingkat kematangan termalnya. Kerogen tipe II dapat terbentuk dari beberapa sumber yang berbeda – beda yaitu alga laut, polen dan spora, lapisan lilin tanaman, fosil resin, dan selain itu juga bisa berasal dari lemak tanaman. Hal ini terjadi akibat adanya percampuran antara material organik autochton berupa phytoplankton (dan kemungkinan juga zooplankton dan bakteri) bersama-sama dengan material allochton yang didominasi oleh material dari tumbuh-tumbuhan seperti polen dan spora. Percampuran ini menunjukkan adanya gabungan karakteristik antara kerogen tipe I dan tipe III.
Kandungan hidrogen yang dimiliki kerogen tipe II ini sangat tinggi, sedangkan kandungan oksigennya jauh lebih rendah karena kerogen tipe ini terbentuk dari material lemak yang miskin oksigen. Kerogen tipe II tersusun oleh senyawa alifatik rantai sedang (lebih dari C25) dalam jumlah yang cukup besar dan sebagian besar naftena (rantai siklik). Pada kerogen tipe ini juga sering ditemukan unsur belerang dalam jumlah yang besar dalam rantai siklik dan kemungkinan juga dalam ikatan sulfida. Kerogen tipe II yang banyak mengandung belerang secara lebih lanjut dapat dikelompokkan lagi menjadi kerogen tipe II–S dengan persen berat belerang (S) organik 8 – 14% dan rasio S/C > 0,04 (Orr, 1986 dalam Killops dan Killops, 2005).

Kerogen Tipe III (gas prone)
Kerogen Tipe III memiliki perbandingan atom H/C yang relatif rendah (< 1,0) dan perbandingan O/C yang tinggi (> 0,3). Kandungan hidrogen yang dimiliki relatif rendah, karena terdiri dari sistem aromatik yang intensif, sedangkan kandungan oksigennya tinggi karena terbentuk dari lignin, selulosa, fenol dan karbohidrat. Kerogen Tipe III terutama berasal dari tumbuhan darat yang hanya sedikit mengandung lemak dan zat lilin. Kerogen tipe ini menunjukkan kecenderungan besar untuk membentuk gas (gas prone).

Kerogen Tipe IV (inert)
Kerogen tipe IV terutama tersusun atas material rombakan berwarna hitam dan opak. Sebagian besar kerogen tipe IV tersusun atas kelompok maseral inertinit dengan sedikit vitrinit. Kerogen tipe ini tidak memiliki kecenderungan menghasilkan hidrokarbon sehingga terkadang kerogen tipe ini dianggap bukan kerogen yang sebenarnya. Kerogen ini kemungkinan terbentuk dari material tumbuhan yang telah teroksidasi seluruhnya di permukaan dan kemudian terbawa ke lingkungan pengendapannya. Kerogen tipe IV hanya tersusun oleh senyawa aromatik.


Contoh Kasus
Penentuan tipe kerogen umumnya menggunakan hasil analisa pirolisis, analisa elemen atau dengan menggunakan teknik petrografi organik. Petrografi organik menggunakan sayatan poles yang diamati dibawah mikroskop binokuler khusus yang memiliki sumber sinar fluoresensi.
Berikut adalah contoh evaluasi tipe kerogen yang Penulis kerjakan pada sumur - sumur di suatu subcekungan Sumatra Tengah.    Plot HI – OI dalam diagram "pseudo" van Kravelen menunjukkan bahwa sebagian besar data jatuh pada konjugasi antara jalur evolusi kerogen Tipe I dan II (pada area tipe kerogen II/III), sebagian kecil jatuh pada jalur evolusi kerogen tipe III dan 1 data jatuh di dasar grafik yang menunjukkaninert carbon (kerogen tipe IV). Plot HI – Tmax juga menunjukkan bahwa secara umum batuan induk memiliki kerogen tipe II sampai III dengan dominasi kerogen tipe II/III (oil and gas prone), dengan demikian disimpulkan bahwa batuan induk memiliki kualitas material organik yang mampu menghasilkan minyak maupun gas. Plot diagram kravelen berdasarkan sampel analisis elemen menunjukkan batuan induk hal yang senada dengan plot diagram pseudo-kravelen yang berdasarkan hasil analisa pirolisis. 


Penentuan tipe kerogen Formasi Brown Shale berdasarkan REP (a) plot diagram "Pseudo" van Kravelen dan (b) Diagram HI – Tmax



Plot diagram van Kravelen sampel berdasarkan analisis elemen


         Rock-Eval Pyrolisis (REP) adalah analisa komponen hidrokarbon pada batuan induk dengan cara melakukan pemanasan bertahap pada sampel batuan induk dalam keadaan tanpa oksigen pada kondisi atmosfer inert dengan temperatur yang terprogram. Pemanasan ini memisahkan komponen organik bebas (bitumen) dan komponen organik yang masih terikat dalam batuan induk (kerogen) (Espitalie et al., 1977).
Analisis Rock-Eval Pyrolisis menghasilkan beberapa parameter-parameter : 
a.      S1 (free hydrocarbon)
S1 menunjukkan jumlah hidrokarbon bebas yang dapat diuapkan tanpa melalui proses pemecahan kerogen. nilai S1 mencerminkan jumlah hidrokarbon bebas yang terbentuk insitu (indigeneous hydrocarbon) karena kematangan termal maupun karena adanya akumulasi hidrokarbon dari tempat lain (migrated hydrocarbon)
b.      S2 (pyrolisable hydrocarbon)
S2 menunjukkan jumlah hidrokarbon yang dihasil melalui proses pemecahan kerogen yang mewakili jumlah hidrokarbon yang dapat dihasilkan batuan selama proses pematangan secara alamiah. Nilai S2 menyatakan potensi material organik dalam batuan yang dapat berubah menjadi petroleum. Harga S1 dan S2 diukur dalam satuan mg hidrokarbon/gram batuan (mg HC/g Rock). 
c.       S3
S3 menunjukkan jumlah kandungan CO2 yang hadir di dalam batuan. Jumlah CO2 ini dapat dikorelasikan dengan jumlah oksigen di dalam kerogen karena menunjukkan tingkat oksidasi selama diagenesis.
d.      Tmax
Nilai Tmax ini merupakan salah satu parameter geokimia yang dapat digunakan untuk menentukan tingkat kematangan batuan induk (Tabel 3.4). Harga Tmax yang terekam sangat dipengaruhi oleh jenis material organik.  Kerogen Tipe I akan membentuk hidrokarbon lebih akhir dibanding Tipe III pada kondisi temperatur yang sama. Harga Tmax sebagai indikator kematangan juga memiliki beberapa keterbatasan lain misalnya tidak dapat digunakan untuk batuan memiliki TOC rendah (<0,5) dan HI < 50. Harga Tmax juga dapat menunjukkan tingkat kematangan yang lebih rendah dari tingkat kematangan sebenarnya pada batuan induk yang mengandung resinit  yang umum terdapat dalam batuan induk dengan kerogen tipe II (Peters, 1986).


Pembacaan hasil rock- eval pyrolisis (dimodifikasi dari Peters, 1986)
 Kombinasi parameter – parameter yang dihasilkan oleh Rock-Eval Pyrolisis  dapat dipergunakan sebagai indikator jenis serta kualitas batuan induk,  antara lain :
a.      Potential Yield (S1 + S2)
Potential Yield (PY) menunjukkan jumlah hidrokarbon dalam batuan baik yang berupa komponen volatil (bebas) maupun yang berupa kerogen. Satuan ini dipakai sebagai penunjuk jumlah total hidrokarbon maksimum yang dapat dilepaskan selama proses pematangan batuan induk dan jumlah ini mewakili generation potential batuan induk.
b.      Production Index (PI)
Nilai PI menunjukkan jumlah hidrokarbon bebas relatif (S1) terhadap jumlah total hidrokarbon yang hadir (S1 + S2). PI dapat digunakan sebagai indikator tingkat kematangan batuan induk. PI meningkat karena pemecahan kerogen sehingga S2 berubah menjadi S1
c.       Hydrogen Index (HI) dan Oxygen Index (OI)
HI merupakan hasil dari S2 x 100/TOC dan OI adalah S3 x 100/TOC. Kedua parameter ini harganya akan berkurang dengan naiknya tingkat kematangan. Harga HI yang tinggi menunjukkan batuan induk didominasi oleh material organik yang bersifat oil prone, sedangkan nilai OI tinggi mengindikasikan dominasi material organik gas prone. Waples (1985) menyatakan nilai HI dapat digunakan untuk menentukan jenis hidrokarbon utama dan kuantitas relatif hidrokarbon yang dihasilkan 
Potensi batuan induk berdasarkan HI (Waples 1985)
HI
Produk utama
Kuantitas relatif
<150
Gas
Kecil
150 – 300
Minyak dan gas
Kecil
300 – 450
Minyak
Sedang
450 – 600
Minyak
Banyak
> 600
Minyak
Sangat banyak
 Penentuan tipe kerogen berdasarkan analisis rock-eval pyrolisis dapat dilakukan dengan mengeplotkan nilai – nilai HI dan OI pada diagram "pseudo" van Krevelen, atau dengan menggunakan plot HI – Tmax.
Studi Kasus
Dengan memplot parameter - parameter REP versus kedalaman dengan dikombinasikan data - data lain (dalam contoh adalah data TOC dan %Ro) dapat disusun  profil geokimia suatu sumur. Berdasarkan profil tersebut kita dapat membuat suatu interpretsi mengenai kuantitas, kualitas dan tingkat kematangan serta perkiraan posisi oil window dan gas window . Berikut adalah contoh profil geokimia sumur X dan Y di cekungan Sumaetra Tengah. 




SUMBER

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

1 comments:

bayu mengatakan...

Saya mau Tanya,
Apa yg menjadi batas tipe kerogen pada grafik diatas dan darimana grafik diatas ada?
Apa hubungan TOC dan HI ?
Apa hubungan TOC dengan jumlah karbon,
jawaban kirim via email ke orion_option@yahoo.co.id

Posting Komentar